Pemilu : Tentang kedewasaan berfikir, pilihan politik dan hati nurani

Sumber : nasional.tempo.co

Pesta demokrasi rakyat Indonesia tak terasa tinggal menunggu hari saja, pada tanggal 17 April 2019 masyarakat Indonesia akan memilih para wakilnya untuk duduk di legislatif maupun eksekutif. Tahun 2019 memang menjadi sebuah tahun politik, dimana tensi interaksi setiap hari kita seolah menjurus ke pemilihan umum dengan segala cerita didalamnya, baik hal yang positif dan negatif seolah menjatu menghiasi kesahrian kita. Pemilu yang sejatinya adalah sebuah pesta demokrasi yang dapat dirayakan dengan suka cita mendapatkan bumbu-bumbu yang membuatnya menjadi sarana egoisme diri atau kelompok semata. Dimana banyak orang yang sangat memuji pilihannya, dengan menjatuhkan lawan politiknya. Seolah kita wajib memberikan argumentasi yang menjadikan plihan kita yang paling sempurna, padahal seperti yang kita tahu manusia merupakan insan yang diciptakan dengan kelebihan dan kekurangaannya, yang sebenarnya membuat masing-masing individu menjadi unik dan mempunyai nilai lebih ketika kita mampu melihat manusia dengan sisi hati nurani kita.

Alangkah baik apabila kita mengetahui apa yang dimaksud dengan hati nurani. Hati nurani adalah potensi yang dimiliki semua manusia, dimana kata nurani sendiri berasal dari kata "nur" yang berarti cahaya. Sehingga hati nurani merupakan pandangan batin seseorang, yang bersemayam dalam hati yang semua atas tutunan dan kehendak Allah. Sesungguhnya hati nurani ini merupakan hal yang sifatnya diberikan dan dituntunkan oleh sang pencipta kita, sehingga hakikatnya sesuatu yang berasal dari hati nurani seharusnya sama untuk semua umat manusia dalam penilaian baik buruknya sesuatu hal. Sehingga seperti jamak kita ketahui sebuah hadist sahih yang berbunyi ketika hati seorang itu baik maka baik pula seluruh perilakunya, begitu juga sebaliknya ketika hati itu buruk maka buruk juga perilaku kita. 

Allah Swt, berfirman “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang megotorinya,” (Q.S. Syams [91]: 7-10)


Melalui hati nurani inilah Allah sesungguhnya membimbing kita dalam setiap aktivitas kita, dalam kita mengambil keputusan dan ketika kita menghadapi ujian. Dalam konteks pemilu ini, ketika kita dihadapkan pada pilihan politik yang menuntut kita memilih, tentu saja akan terjadi pergolakan dihati seseorang tentang siapa yang akan menjadi pilihannya. Tentu saja ketika seseorang memilihpun pastilah memiliki pertimbangan yang matang, dimana dalam diri orang lain ada hal yang nampak terlihat oleh orang lain sebagai sebuah bentuk kelebihan, namun disisi lain dengan hal yang sama tidak menjadi hal yang menjadi acuan untuk memilih seseorang bahkan hal tersebut biasa saja, hal ini kembali lagi bahwa setiap manusia pastilah memiliki kelebihan dan kekurangan.

Pemilu bukan soal benar atau salah, tetapi tentang pilihan politik kita.

Saya berpendapat bahwa pemilu bukan tentang memilih yang benar atau salah, tapi ini merupakan pilihan politik kita yang diatur oleh UUD 1945. Ketika pemilu dijadikan sebagai sebuah ajang pilihan politik maka, setiap orang pastinya memiliki pilihan yang berbeda sesuai dengan pandangan terhadap negara ini dan itu adalah sesuatu yang wajar. Setiap warga negara akan saling menghargai karena memang itu adalah hak orang lain untuk memilih apa dan siapa yang menjadi pilihannya. Hal ini tentu saja akan berbeda ketika kita memandang bahwa pemilu itu soal mana yang benar dan mana yang salah, sehingga kita akan memandang bahwa pilihan kita yang paling benar dan orang lain yang berbeda adalah salah, dan akan menimbulkan konsekuensi yang berbeda.

Seperti jabaran diatas bahwa, benar salah adalah sesuatu yang sudah diatur dan ditetapkan oleh Allah tuhan pencipta kita, dan ketika hati seseorang itu baik maka sesungguhnya setiap manusia akan berpandangan tentang sebuah hal yang sama yang sifatnya universal

Seperti contoh, ketika kita dihadapkan pada situasi tentang hal terkait dengan membunuh orang lain apakah hal yang benar atau salah, tentu saja banyak orang akan menjawab dengan lantang itu adalah hal yang Salah, dan semua orang dari agama, bangsa, atau suku apapun akan berpendapat sama artinya hal tersebut sifatnya universal. Membunuh sendiri merupakan sesuatu yang memang dilarang oleh Allah, dan juga tergolong perbuatan tercela di agama manapun. Namun, mungkin ada sebagian kecil yang Allah takdirkan hatinya ditutup yang menyatakan bahwa membunuh orang itu adalah hal yang benar, dan bahkan ada segelintir orang dari populasi dunia ini menikmati hal tersebut. Tentu saja ini adalah hal yang salah, dan tentulah sangat mudah kita menilai hal tersebut. Orang lainpun seolah kita bisa menghakimi perbuatan tersebut, bahwa hal tersebut telah disepakati oleh semua orang bahwa orang yang menyatakan bahwa membunuh orang adalah hal yang benar dan menimbulkan perasaan kenikmatan adalah hal yang salah. Dan hampir semua orang berkesimpulan bahwa untuk orang yang seperti itu sebaiknya dihukum, atau bahkan dituntut untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Dengan berdasarkan hal tersebut ketika masyarakat menilai bahwa memilih dalam pemilu merupakan sebuah pilihan benar dan salah maka yang terjadi, kita dengan pilihan kita merasa benar dan seolah bisa mengakimi orang lain yang berbeda dengan kita. Inilah yang membuat situasi yang tidak kondusif, dan seolah ketika orang yang bukan pilihan kita yang menang semua akan berakhir dan yang salah yang berkuasa. Sikap seperti inilah yang seharusnya patut kita hindari dan jauhi karena dapat merusak kekeluargaan atau bahkan kemasyarakatan yang kita jalin bersama.

Memilih, dengan tetap menghormati pilihan orang lain

Ketika kita memahami bahwa pemilu merupakan hanya pilihan politik, yang bisa berbeda satu dengan yang lain, maka kita akan bisa menyikapi semua dengan lebih penuh kedewasaan. Dimana dengan berdemokrasi sendiri, memang seharusnya masyarakat Indonesia haruslah lebih dewasa dalam menyikapi hal yang terkandung didalam demokrasi itu sendiri. Dengan kedewasaan demokrasi itu, maka kedepannya kita akan merayakan pesta demokrasi dengan lebih bahagia, dengan tidak mempermaslahkan perbedaan. Kita bisa melihat masyarakat yang berbeda plihan duduk untuk sekedar minum kopi bersama bercerita lepas, bahkan tentang alasan kenapa dia memilih calon tersebut dengan tanpa orang lain merasa tersinggung.

Ini merupakan sebuah proses demokrasi yang sejak dulu kita rintis bersama, dan merupakan sebuah cita-cita besar yang haruslah kita kawal bersama. Dalam hal ini saya mengajak untuk seluruh masyarakat Indonesia, untuk memilih dengan dengan penuh kegembiraan dan dengan tidak menjelek-jelekkan pasangan yang tidak dipilihnya. Hal tersebut karena pemilu adalah pesta demokrasi yang wajib kita rayakan dengan bahagia secara bersama. Selamat merayakan pesta demokrasi untuk seluruh rakyat Indonesia.

Comments