Babad : Peristiwa Terbelahnya Tanah Jawa

Sumber: pegipegi.com

"Peristiwa terbelahnya tanah jawa merupakan sebuah sejarah besar bagi bangsa Indonesia"
Dalam sejarah tercatat peristiwa besar yang terjadi di Indonesia khususnya di tanah Jawa, yang merupakan sebuah tonggak sejarah besar yang dapat kita lihat jejak nya saat ini. Peristiwa tersebut merupakan kesepakatan prasasti Giyamti yang mengatur pembagian kekuasaan tahan jawa menjadi dua kekuasaan, sehingga menyebabkan banyak perubahan di sosial dan budaya masyarakat saat itu.

Peristiwa ini melibatkan Pakubuwana III sebagai penguasa kerajaan Mataram saat itu, pangerang mangkubumi dan serikat dagang belanda VOC, hal ini merupakan sebuah kesepakatan politik besar yang menjadi akibat konflik pada masa itu, terlebih bangaimana bernafsunya VOC untuk menegakkan penguasaan tanah Jawa saat itu, dan terjadi konflik di kerjaan yang menyebabkan melemahnya kerajaan saat itu.

Peristiwa besar ini sejatinya dilakukan di sebuah daerah yang bernama Janti, yang sekarang dikenal disebuah tempat di desa Kerten, Jantiharjo, kabupaten Karanganyar Jawa Tengah. Kejadian tersebut sejatinya dilakukan pada masa perpindahan kerajaan dari Kartasura menuju Suarakarta, dimana saat itu terjadinya konflik yang membuah keadaan darurat tersebut. Pada saat itu, Pakubuwono II memberikan sebidang tanah kepada pangeran Mangkubumi sebagai imbalan karena membantu meredakan konflik yang terjadi. Tanah tersebut terletak disebuah daerah yang sekarang kita kenal Yogyakarta, namun pemberian tanah tersebut tidak mendapatkan restu dari Gubernur VOC saat ini Mr. Baron Van Imhoff, yang membuat keputusan bahwa menggambil kembali tanah itu. Keputusan tersebut harus dibayar mahal, dengan keputusan pangeran Mangkubumi yang akhirnya memutuskan untuk melakukan penyerangan terhadap pemerintah VOC saat itu yang menyebabkan tidak kurang puluhan ribu tentara dari kedua pihak gugur.

Pihak VOC saat itu memutuskan untuk mulai melakukan perundingan dengan Pangeran Mangkubumi ,yang pada akhirnya mereka setuju untuk memberikan apa yang menjadi haknya. Dalam perjanjian Giyamti tersebut akhirnya Pangeran Mangkubumi mendapatkan bagian dari tanah yang ditandatangani dalam perjanjioan oleh Pakubuwono III sebagai penerus Pakubuwono II dan juga VOC saat itu.

Awal berdirinya keraton Yogyakarta

Sumber : kratonjogja.id

Dengan adanya perjanjian tersebut, menyebabkan naik tahtanya pangeran Mangkubumi mejadi Sri Sultang Hamengkubuwono I, dengan gelar Senopati Ing Ngalono Sayidin Panotogomo Khalifatullah pada 13 Februari 1755. Kemudian terjadi pertemuan setelah tanggal tersebut yang berkaitan dengan pembagian simbol-simbol keraton, antara lain keris. Kemudian diputuskan pula bahwa Yogyakarta meneruskan bahasa dialek Bagongan yang menjadikan identitas dari keraton Yogyakarta itu sendiri. 

Perubahan yang ditimbulkan akibat adanya indentitas dari keraton Surakarta dan keraton Yogyakarta membuat adanya sedikit perubahan dalam pola interaksi masyarakat pada saat itu. Banyak sejarahwan yang menyimpulkan perubahan tersebut memang tidak langsung dialami oleh masyarakat pada saat itu, dimana dari sisi tata bahasa adanya perbedaan cara berkomunikasi dari kedua daerah tersebut, dalam hal ini proses internalisasi budaya sendiri memang membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

Terpecahnya kembali tanah Jawa

Sumber : id.wikipedia.org

Pasca perjanjian Giyamti tersebut, terus dilakukan pertemuan dengan tujuan untuk penentuan pembagian wilayah, yang menimbulkan polemik sendiri sehingga prosenya hampir 20 tahun sendiri. Pembagian nya sendiri memang terkesan seperti diacak, berdasarkan pembicaraan pada saat itu ada wilayah Yogyakarta yang berada disekiling wilayah Surakarta, dan begitu pula sebaliknya. Sehingga potensi untuk konflik sering kali tidak dapat dihindari.

Setelah terjadinya perjanjian tersebut pun, masih terjadi pemberontakan antara lain yang dilakukan pangeran Samber Nyawa, sehingga kondisi saat itupun membuat terjadinya konflik yang berkepanjangan di keraton. Pangeran Samber Nyawa atau raden Mas Said menuntut haknya atas kekuasaan karena merasa bahwa dia juga merupakan keturunan Pakubuwono. Bahkan tecatat sampai VOC kewalahan untuk menghadapinya

Pada akhirnya terjadi penandatangan perjanjian Salatiga, yang membuat kembali terbelahnya tanah jawa pada tahun 1757. Peristiwa ini mengatur pembagian kekuasaan kasunanan Surakarta, yang diberikan kepada pangeran Samber Nyowo yang dikenal sebagai Kadipaten Mangkunegaran. Kemudian  pangeran Samber Nyowo pun naik tahta dengan gelar Gusti Pangeran Adipati Ario Mangkunegoro Lelono Joyomiseso Adipati Ing Alogo Satrio Rogo Mataram Ing Nagari Surokarto Adiningrat. 

Keterbelahan Jawa ini pun belum berakhir, kemudian pada tahun 1813 kesultanan Yogyakarta pun terbelah dengan lahirnya Pakualaman, sehingga pada akhirnya tanah jawa memiliki 4 pemerintahan. Dinamika politik dan perkembangan revolusi, memberikan dampak seperti yang kita lihat saat ini dimana Kasultanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran hanya menjadi sebuah situs sejarah yang sudah tidak memiliki kekuasaan atas wilayah didaerahnya, namun Yogyakarta dan Pakualaman saat ini masih memegang kendali pemerintahan dan bukan hanya menjadi tempat bersejarah.

Dengan hal tersebut dapat kita pahami bahwa perkembangan kerajaan Mataram pada masa dahulu mengalami pasang surut, dan konflik perebutan kekuasaan yang tidak kunjung usai sehingga harus memecah belah kekuasaan daerahnya saat itu menjadi beberapa bagian. Kerajaan Mataram yang dulunya kita kenal begitu kuat melawan VOC dibawah kepemimpinan Sultan Agung, dalam perjalanan penerusnya mengalami banyak sekali ujian dan adanya VOC menjadi bumbu khusus dimana mereka memiliki keinginan untuk mengendalikan tanah jawa secara utuh. Namun dibalik itu semua, yang patut kita garis bawahi adalah persatuan masyarakatnya masih lah sangat kuat, dimana walaupun terdiri dari 4 buah kekuasaan saat itu yang membagi dengan karakter masing-masing, namun bisa dilihat saat ini kehidupan masyarakatnya berlangsung secara harmonis. Sejarah tanah jawa memang menyimpan banyak sekali pelajaran yang bisa diambil untuk generasi sekarang, bukan hanya dari situsnya tetapi dari peninggalan yang dapat dijumpai di masyarakatnya.
  

Comments