Penerapan Smart City Untuk Mengatasi Permasalahan Pertanian Di Kabupaten Sragen
Dok. Pribadi |
“Pangan
rakyat merupakan soal hidup dan mati” adalah kutipan pidato Bung Karno pada tahun 1952, yang menandakan betapa penting pengelolaan pertanian untuk
kehidupan rakyat Indonesia. Sebagai seorang anak yang tumbuh besar di sebuah
lingkungan pertanian, tentu saja saya akrab dengan lika-liku para petani di
daerah saya. Saya lahir di kabupaten Sragen, salah satu kabupaten paling timur
di provinsi Jawa Tengah yang berbatasan langsung dengan provinsi Jawa Timur. Ketika
berbicara tentang Kabupaten Sragen, banyak orang yang mungkin tidak tahu bahwa
kabupaten Sragen yang merupakan penyangga beras nasional nomor dua setelah
kabupaten Cilacap. Dan daerah desa tempat tinggal saya sebagian besar
penduduknya beprofesi sebagai petani. Desa yang menurut saya memiliki
pemandangan yang sangat indah karena dikelilingi oleh persawahan nan hijau dan
juga sungai yang membelah desa.
Dok. Pribadi |
Bertahun-tahun saya amati dan
mengalami lika-liku dari perjalanan petani dalam menghasilkan produk petanian
yang jamak kita jumpai di pasar atau swalayan. Dibalik itu semua ternyata ada
perjuangan dari para petani untuk bertahan di tengah isu semakin sempitnya
lahan pertanian yang bekonversi menjadi bangunan insfrastuktur atau pembangunan
industri. Belum lagi para petani yang dihadapkan pada masalah klasik yaitu
harga jual yang murah ketika panen datang dan permasalahan hama yang berdampak
terhadap permasalahan kelangkaan pupuk yang seolah menjadi permasalahan yang
tak kujung teselesaikan.
Berbagai permasalahan tersebut
merupakan hal yang dialami dalam keseharian para petani Indonesia pada umumnya.
Hal tersebut mempengaruhi jumlah produksi pertanian yang dihasilkan petani
Indonesia sehingga mungkin hal ini yang menjadi salah satu faktor swasembada
pangan di Indonesia tak kunjung hadir. Hal ini diperparah oleh ketertarikan
anak muda yang bercita-cita sebagai petani sangatlah rendah, dan berdasarkan
data yang dilansir dari halaman liputan6.com sekitar 40 persen petani kita sekarang
berada diatas usia 50 tahun dimana sudah tidak lagi pada masa produktif.
Kelangkaan Pupuk Adalah Salah Satu Momok Bagi Petani
Dok. @pt.pupukindonesia |
Pupuk merupakan salah satu
kebutuhan yang tidak bisa dipisahkan bagi petani. Pengalaman yang saya alami
saat itu kondisi pertanian kami memang dalam kondisi memasukki musim tanam.
Petani ketika pada fase itu biasanya membutuhkan pupuk jenis urea, karena
memang musim tanam yang bersamaan saat itu menyulitkan untuk mendapatkan pupuk
saat itu. Kami harus datang mengunjungi satu persatu kios atau agen yang
menjual pupuk yang termasuk salah satu pupuk bersubsidi tersebut.
Bahkan terkadang ada petani yang
harus sampai tingkat kecamatan untuk mendapatkan pupuk tersebut, atau bahkan mendatangi beberapa agen sebelum
akhirnya menemukan pupuk yang dicari. Hal tersebut baru salah satu contoh untuk
kebutuhan pupuk urea, sedangkan petani juga memerlukan pupuk-pupuk jenis
lainnya.
Tentu saja apabila dinilai hal
tersebut temasuk hal yang kurang efisien untuk dilakukan, karena tidak adanya
informasi yang jelas terkait dengan ketersediaan pupuk tersebut. Tentunya akan
menjadi berbeda cerita ketika para petani mengetahui informasi terkait
ketersediaan pupuk disetiap agen.
Informasi ketersediaan pupuk yang terintegrasi
Tidak adanya informasi yang jelas
mengenai ketersediaan pupuk nampaknya merupakan penyebab utama petani
mengeluhkan langkanya ketersediaan pupuk. Dan apabila hal ini tidak dapat
terkelola dengan baik dapat menyebabkan kegaduhan tersendiri bahwa pupuk
langka, padahal pada waktu tersebut mungkin kondisinya ketersediaan pupuk yang
kurang hanya terjadi dibeberapa agen saja, padahal disaat yang sama ada agen
pupuk yang memiliki stok yang memadahi namun infomasi tersebut tidak
tersampaikan atau diketahui petani.
Dok. https://www.foodinsight.org |
Untuk mengatasi kondisi yang kontra
produktif tersebut, saya rasa perlu di gagas sebuah informasi ketersediaan
pupuk yang terintergrasi sehingga
informasi ketersediaan pupuk ini dapat terakses dengan baik, dan kedepannya
polemik tentang langkanya pupuk ini tidak akan terjadi.
Sistem ini dapat digunakan
pemerintah juga untuk melihat kondisi lapangan tentang ketersediaan pupuk.
Sehingga apabila dibutuhkan intervensi pemerintah akan dapat dilakukan dengan
cepat dan tepat. Hal tersebut merupakan sebuah langkah preventif sebelum
kelangkaan itu terjadi. Melihat besarnya manfaat informasi ketersediaan pupuk
yang terintegrasi ini, tentu saja dapat menjadi salah satu solusi permasalahan
pertanian di Kabupaten Sragen. Perubahan pemanfaatan teknologi
yang dilakukan daerah untuk mengatasi permasalahan atau tantangan merupakan
sebuah indikator dari sebuah sebuah wilayah sudah mengadopsi Smart City.
Smart City Menciptakan Akses Informasi Ketersediaan Pupuk (AIKP)
Dok. @kementrianpertanian |
Penerapan Smart City dalam hal
penanganan ketersediaan pupuk ini nampaknya menjadi sebuah solusi. Terlebih
apabila melihat manfaatnya, maka pembuatan akses informasi ketersediaan pupuk
(AIKP) dirasa sangat relevan dengan kebutuhan masyarakat. Seperti yang kita
ketahui bahwa saat ini kita memasuki sebuah era digital, dimana akses terhadap
informasi begitu cepat sehingga kita harus menyesuaikan dengan perkembangan
tersebut. Berbicara tentang Akses infomasi ketersediaan pupuk (AIKP) ini tentu
saja akan melibatkan beberapa konsep hal mendasar, saya mencoba menjabarkannya
menjadi beberapa hal berikut :
- Akses Informasi Ketersediaan Pupuk (AIKP) merupakan sebuah akses yang memuat database jumlah stok pupuk pada masing-masing agen, data ini akan terintegrasi dengan perangkat komputer dan juga dengan smartphone.
- Setiap agen pupuk resmi pemerintah, memiliki akses untuk masuk kedalam sistem data yang berguna untuk melakukan update informasi ketersediaan barang di agennya. Para agen penjual pun diwajibkan untuk selalu mengupdate ketersediaan pupuk pada agennya. Hal ini dapat dilakukan dengan web based ataupun dengan mengunakan smartphone.
- Data yang diterima tersebut akan terupdate ke seluruh agen, pemerintah sebagai regulator dan juga kepada perusahaan pupuk sendiri. Dengan hal tersebut maka ketersediaan pupuk dilapangan akan terpantau, dan apabila terindikasi devisit atau surplus dapat didistribusikan secara baik.
- Petani dapat mendownload aplikasi dengan smartphone ataupun melihat ketersediaan pupuk menggunakan web internet. Sehingga ketika membutuhkan akses pupuk dapat melihat kondisi stok pupuk disuatu agen sebelum memutuskan untuk datang kesana. Apabila mungkin agen yang terdekat memiliki stok yang kosong maka dapat menuju ke agen lain yang memiliki persediaan pupuk yang mencukupi.
- Bagi petani yang tidak memiliki akses informasi internet dapat langsung datang ke agen pupuk terdekat untuk melihat ketersediaan pupuk di agen lain. Sehingga apabila memang kondisi menuntut petani memang harus datang ke agen yang lain maka dimungkinkan untuk lebih efektif karena sudah memastikan ketersedian pupuk di agen tersebut. Hal ini akan meminimalisir hal yang sebelumya dialami bahwa petani harus datang kebeberapa tempat untuk baru bisa membeli pupuk.
- Akses Informasi Ketersediaan Pupuk (AIKP) diharapakan juga mampu untuk mengakomodirr kebutuhan transaksi digital, sehingga pembelian dapat dilakukan menggunakan sistem dan petani dapat langsung datang untuk pengambilan barang.
Pengelolaan Pertanian Smart City di Kabupaten Sragen
Dok. http://voiceofstartups.org |
Beberapa hal yang tersebut diatas merupakan penerapan Smart City untuk mengatasi permasalahan dalam pertanian. Dimana dalam perkembangan saat ini pertanian dengan pengelolaan berbasis teknologi sudah menjadi keseharusan ditengah kondisi yang kurang menguntungkan bagi petani. Untuk saat ini dapat kita lihat bahwa pertanian yang dilakukan masyarakat pada umumnya memang masih dilakukan secara konvensional, penerapan teknologi belum dimaksimalkan.
Apabila berkaca pada petanian di luar negeri dimana, modernisasi pertanian sudah dilakukan sehingga dapat mengoptimalkan produksi pertanian itu sendiri. Dengan modernisasi pertanian, petani bukan lagi menjadi profesi yang dipandang sebelah mata, namun menjadi profesi yang bergensi. Bagaimana tidak apabila kita mengambil contoh pertanian di Jepang seperti dilansir dari Tribunnews dengan penerapan teknologi rata-rata penghasilan petani di Jepang sekitar 25 juta yen atau setara dengan 2 Miliaran rupiah. Tentu saja jumlah tersebut sangat mencengangkan di tengah kondisi pertanian Indonesia saat ini.
Dok. http://www.presidenri.go.id |
Berkaca dari pengalaman negara lain, yang mampu menaikkan penghasilan dan produksi pertanian serta secara tidak langsung juga mengangkat harga diri profesi petani yang semakin meningkat. Paradigma bahwa petani merupakan perkerjaan yang dipandang sebelah mata akan berubah, dimana pertanian merupakan sebuah industri yang menarik. Bisa dibayangkan bahwa kedepan banyak anak muda yang ingin menjadi petani karena dipandang sebuah pekerjaan yang keren dan menghasilkan. Namun yang menjadi kunci saat ini adalah memulai modernisasi itu sendiri bagaimana pengunaan teknologi Smart City untuk pertanian yang tepat guna untuk meningkatkan produksi pertanian.
Penerapan akses informasi ketersediaan pupuk menurut saya merupakan sebuah awal yang baik untuk memulai penerapan Smart City. Penerapan yang dilakukan dalam bidang pertanian Kabupaten Sragen menjadi sebuah titik balik pengelolaan kota bebasis Smart City dan tidak menjadi suatu hal yang mustahil apabila penerapan bidang petanian ini jika membeikan dapak yang baik maka akan dapat diterapkan secara nasional. Saya rasa dengan hal tersebut peningkatan taraf hidup para petani dan keinginan untuk bangsa Indonesia swasembada pangan akan berada di depan mata kita. Jaya selalu Kabupaten Sragen, smart kotanya smart warganya dan jaya petaninya.
Comments
Post a Comment